Tantangan Perantau USA - Part 2

JAKARTA - JEPANG - 31 Agustus s/d 1 September 2021


Garbarata yang paling panjang yang pernah saya tempuh. Ingin rasanya saya lompat dan kabur dari penerbangan ini. Lari berhambur dan memeluk Istri, lalu memutuskan bahwa saya batal ke Amerika dan pulang bersamanya. Seperti yang saya lakukan 23 tahun yang lalu ketika saya pertama kali masuk kelas di TK, melompati kelas dan berhambur memeluk Ibu. 


Tapi sayangnya saya bukan lagi anak TK yang bisa melakukan itu dan tidak mendapatkan konsekuensinya. Saya adalah manusia dewasa, yang memiliki banyak tanggung jawab. Apa yang harus saya katakan kepada Fulbright, kepada para kolega di kampus ITS, dan kepada seluruh keluarga yang sangat bangga menceritakan bahwa saya adalah kebanggaan mereka? Maka dengan tanggung jawab inilah saya menguatkan langkah kaki. Masuk ke pesawat dan disambut oleh para pramugari Japanese Airlines (JAL) yang sangat ramah. Banyak yang mengatakan bahwa pramugari JAL adalah salah satu yang paling ramah di dunia, dan mereka sangat menarik. Ah, tapi apa gunanya melihat mereka, sedangkan hatiku pikiranku otakku terutama lobus temporalku hanya terpaut kepada istriku dan apa jadinya kami jika berpisah sekian lama? 


Peringatan untuk mematikan handphone sudah mulai disiarkan, namun saya tetap berkirim pesan kepada Istri, menanyakan bagaimana kabarnya. Saya tahu dia pasti sangat sedih, dan percayalah, tidak ada yang lebih dari Istriku selain diriku sendiri. 21:15, dia bilang bahwa tidak ingin meninggalkan bandara. Hati siapa yang tidak sedih mendengar demikian? 21:30, pesan terakhirku sebelum berangkat ke Tokyo Narita, transit pertama: "pulanglah sayang, istirahat dan berdoalah semoga kita bertemu lagi segera."


Pesawat mengudara. Makanan di pesawat, yang terkenal tidak enak, semakin hambar dan tidak berasa dengan gelembung abu-abu di diafragmaku. Mendesak lambung, mengerucutkan usus duabelas jari dan membuat enzim usus besar tidak bekerja. Lihatlah semua koki Jepang ini berusaha menghibur!


Koki Jepang para jawara kontes masak yang mempersiapkan semua in-flight meal, tetap saja semuanya hambar



Makanan yang disajikan semuanya hambar. Memang begitulah in-flight meal. Bukan karena rasanya yang tidak enak, namun karena tekanan udara yang rendah yang membuat indra pengecap kita berkurang kemampuan merasanya. Menu makan malam yang tidak enak ini terpaksa saya habiskan, supaya gelembung abu-abu ini terdorong oleh makanan dan menghilang. Nyatanya, setelah semua makanan habis, tetap saja gelembung sialan ini bercokol di diafragmaku, semakin membesar setiap kilometer bertambah menjauhi Indonesia. Hanya satu hidangan yang saya suka: cold ocha. Minuman ini adalah favorit Istriku ketika kita makan di restoran Jepang, dan meminumnya sembari memejamkan mata membawaku ke memori kami yang indah ketika makan makanan all-you-can-eat di Tunjungan Plaza beberapa bulan lalu dan entah kapan lagi kami bisa mengulanginya. Aduh, gelembung jancuk ini semakin membesar! 

Makan malam di pesawat

Cold Ocha, membawa memori indah


 Tidak ada lagi yang bisa saya lakukan selain tidur, berharap pesawat ini mendarat di Bandara Juanda dan saya bisa naik gojek pulang ke rumah seperti yang seringkali saya lakukan. 


Pagi harinya, sumpah demi Allah saya berpikir yang saya harapkan terjadi. Sawah dimana-mana, dan terrain yang mirip sekali dengan rumah, membuat saya yang setengah sadar terbangun dan berharap pendaratan di Surabaya berjalan lancar. Namun ternyata saya mendarat di Narita Airport, Jepang! 




Kehidupan harus terus berlanjut, dan saya harus melanjutkan perjalanan ke Amerika dalam 5 jam ke depan. Melewati banyak transit, saya terkejut bahwa aturan terkait Covid tidak seketat apa yang diumbar di media, atau setidaknya Jepang telah mempersiapkan semuanya dengan baik sehingga tidak ada proses yang mengganggu. 

Kewpie, salad dressing kesukaan anakku

Jepang, adalah salah satu negara yang paling menakjubkan di dunia. Andai saya tidak sekolah di USA, Jepang adalah destinasi studi yang akan saya kejar. Semua hal disini sangat canggih, bahkan toilet pun punya berbagai macam fitur dan kegunaan yang saya bahkan bingung memakainya. Luar biasa! 

Toilet canggih Bandara Narita Tokyo, Jepang


Perjalanan ke Chicago akan ditempuh dalam waktu yang sangat lama, dan lebih lama dari Jakarta-Jepang. Cerita perjalanan Jepang-Amerika akan saya tulis di Part 3. Semoga Dear Readers banyak mendapatkan pesan dari apa yang saya sampaikan di tulisan ini!

Comments

Popular Posts